(dengan cara menyerahkan segala perkara kepada Tuhan didalam doa kita)
Saudara didalam nama Yesus: Bode Haryanto Tarigan
Dari sebuah rumah kontrakan di sekitar komuter UKM Bangi, Malaysia
Ini adalah sebuah pengalaman untuk selalu berpikir positif. Pengalaman ini juga akan menuai arti betapa pentingnya menyerahkan setiap hari kita didalam doa kepada Tuhan. Dengan doa kita masuk kedalam rencana Tuhan yang panjang yang pada saat ini (2008) baru saya sadari bahwa semua itu adalah baik.
Ada beberapa hal yang harus kita ingat dan lakukan di dalam hidup kita sebagai orang percaya:
1. Kita seharusnya menyerahkan sepenuhnya hari-hari kita kepada Tuhan. Didalam doa pagi hari kita katakanlah: Ya Tuhan kuserahkan hari ini sepenuhnya kedalam tanganMu, berkatilah aku hari ini, jadikanlah semua baik sesuai dengan kehendakMU. Amin
2. Kita menginginkan sesuatu. Kita harus berusaha mendapatkannya dengan mengikuti aturan main yang telah ditentukan. Kita telah siap sedia menerima segala konsekwensinya, dan kita tak lupa mendoakannya agar menjadi pantas untuk mendapatkannya.
3. Kita harus sadar bahwa kita senantiasa mengalami pasang surut dalam hubungan kita dengan Tuhan. Contohnya adalah mungkin pelayanan kita kepada Tuhan ditengah gereja sedang surut. Mungkin juga dan banyak kesalahan yang tidak pantas kita lakukan sebagai orang percaya seperti mendongkol, bermalas-malas, cengeng, tidak focus dalam belajar, bersungut-sungut/kekanak-kanakan, angap enteng dan sebagainya, sehingga kadang kala, pada saat yang sudah sangat mendesak baru menyadari dan berpaling kepada Tuhan.
Pengalaman ini dimulai setamat S2 dari ITB tahun 2000. Saya kembali ke USU, lalu diserahi tugas mengajar Matematika Teknik Kimia I dan Operasi teknik kimia 2. Pelajaran ini termasuk sulit karena pembahasannya hingga tahap aplikasi matematika atau matematika terapan khususnya kepada bidang keahlian teknik kimia. Sebagai seorang staf pengajar baru itu merupakan tugas yang cukup berat. Disisi lain mata kuliah yang saya kuasai dan usulkan mengajarkannya ternyata juga tidak di setujui. Dalam sebuah rapat, saya sempat menyampaikan protes kepada ketua departemen waktu itu, karena saya merasa tugas ini lumayan berat dan akan sangat menyita waktu untuk mempersiapkannya. Namun protes saya tidak ditanggapi dan saya tentunya merasa sangat jengkel. Dengan penuh kekecewaan dan dongkol saya harus menerima tugas itu.
Untuk mempersiapkan pelajaran ini, berhari-hari saya harus mengurung diri, untuk membaca banyak buka dari buku Righ, Jason-Jeffery, Rice and Do hingga beberapa buku berbahasa Indonesia, dan juga persiapan membuat slide dan seterusnya. Kerja keras dan kedongkolan berjalan bersama-sama sehingga tugas ini semakin berat saja. Walaupun Sebagai seorang percaya saya selalu berdoa dan minta Tuhan memimpin hidup ini sehari-hari, toh kenapa saya harus mendapat beban seberat ini. Saat itu saya belum mengerti apa rencana Tuhan.
Saat mengajar pertama, semua dilakukan sambil terseok-seok, membuktikan rumus dipapan tulis kadang berulang-ulang karena tidak dapat selesai hingga akhir jam kuliah sebelumnya. Kadang kala waktu 2 jam tidak cukup sehingga saya menambah waktu sendiri, ditengah komplain mahasiswa yang mungkin merasa terpaksa harus duduk belajar lebih lama. Kecapeaan itu terasa lebih, padahal honor mengajar mata kuliah ini dibanding dengan matakuliah yang hanya membaca dan menerangkan seperti biologi adalah sama.
Huuuuuuuuhhh, keterlaluan, saya sangat menderita. Demikianlah yang terjadi, sekali lagi, beban itu semakin berat karena saya melakukannya dengan bersungut-sungut. Saya mengangap ketua departemen sangat tidak fair, memberi dua matakulia yang berat. Gilanya lagi, di semester berikutnya juga tidak berubah, matematika teknik kimia 2 dengan aplikasi numerik, ditambah pelajaran operasi teknik kimia 1 yang semua adalah menghitung dan menghitung. Saya kok dikerjai terus nih, kedongkolan terus meraja. Disisi lain saya tetap berdoa dan berharap Tuhan memberikan kepintaran untuk mempersiapkan semua itu. Saya belum sadar bahwa saya dibiarkan oleh Tuhan untuk diproses sedemikian rupa.
Demikianlah saya melakukan semua itu, karena bersifat matematis semua pelajaran itu terasa semakin mudah saja dari tahun ketahun dan saya mulai menikmatinya. Dari permodelan, sistem pemodelan, aplikasi model teknik kimia berdimensi I, II dan III hingga aplikasi numerik dan sebagainya semua semakin nikmat saja. Kekesalan itu berubah menjadi kenikmatan. Saya merasa saat itu berhasil mengalahkan sebuah tantangan itu. Tapi saya tetap tidak mengerti apa rencana Tuhan akan hal itu.
Hingga tahun 2005 saya masih berangapan bahwa ketua departemen telah mempersulit hidup saya minimal dari 2001-2002. Entah apalah motivasi beliau apakah negative (ingin mengerjai saya) atau positif (ingin mentreatment saya agar lebih baik lagi) tapi yang pasti hal itu sempat membuat hidup saya sangat tidak nyaman.
Ketika mengambil S3 di Taiwan 2005, tantangan lain datang lagi. Pertama datang ke departemen teknik kimia di NCKU Tainan, semua masih tertulis dalam bahasa China-mandarin. Semester 1 dan 2 tahun 2005/2006, semua informasi hingga pengajaran di kelas masih berbahasa mandarin. Rasanya seperti tertipu, mereka menawarkan menerima student international namun kenyataanya mereka belum siap. Saya adalah satu-satunya mahasiswa doktor internasional di departemen teknik kimia. Yang pasti, saya tidak punya kawan untuk bertanya dan berdiskusi, semua harus dikerjakan sendiri. Satu-satunya kawan S3 dari Indonesia ada di jurusan Teknik Elektro, yang tentunya tidak memiliki hubungan dengan teknik kimia. Banyak masalah yang dihadapi di universitas ini, dari janji bantuan dana hingga mendapatkan pembimbing (advisor), awalnya semuanya tidak jelas. Tapi saya berusaha terus bertahan. Hanya satu yang saya pegang, mengapa Tuhan membiarkan saya ada disini. Didalam doa setiap pagi saya menyerahkan hari-hari ini kepada Tuhan, pasti semuanya ada dalam rencana Tuhan, itulah keyakinan saya. Saya tidak melakukan protes, saya tidak memberontak, saya hanya meminta Tuhan membantu dalam setiap perkara yang dihadapi saat itu.
Tuhan menguatkan hati saya dengan memberi pengertian untuk tetap berpikiran positif dan optimis. Saat itu sesungguhnya bekal untuk memberontak dan mengarahkan kekeinginan negative adalah sangat besar. Keinginan untuk meningalkan saja program S3 ini yang begitu rumit pernah muncul dalam pikiran ini. Dapat anda bayangkan, saat itu, untuk bersekolah, saya harus berpisah dengan istri yang sedang sekolah DBA (S3) di Malaysia. Sementara si Avenia, anak kami waktu itu harus dititipkan dengan orang tua di Indonesia. Sampai di Taiwan, saya menemukan banyak perkara yang tidak jelas dan rasanya seperti sulit untuk dilewati, seperti yang diterangkan pada paragraph di atas. Namun sekali lagi, Tuhan tetap menguatkan hati saya.
Saya baru merasakan manfaatnya telah digodok selama 3 tahun untuk memahami matematika teknik kimia ketika saya harus belajar sendiri pada tahun pertama (semester I dan II) belajar di Taiwan, semua masih berbahasa mandarin. Dengan pengetahuan nol bahasa mandarin maka otomatis saya harus belajar sendiri dari text book. Dengan bermodalkan pengalaman itu saya akhirnya dapat menyelesaikan seluruh 8 matakuliah dengan baik.
Saat ini saya sadar, bahwa Tuhan pada tahun 2001-2003 secara langsung atau tidak langsung melalui ketua departemen teknik kimia USU membiarkan saya diolah/di treatment sedemikian rupa sehingga saya dapat mengembangkan wawasan dengan mempelajari matematika teknik. Hal itu juga ternyata agar membuat saya tetap konsisten untuk belajar secara mandiri, karena ternyata pada tahun 2005-2007, saya harus menghadapi masalah yang sama yaitu harus belajar secara mandiri di tanah Taiwan itu.
Entah apapun motivasi ketua departemen pada saat itu mungkin positif atau negative, yang pasti apa yang telah dia lakukan itu membuahkan hasil yang dapat memudahkan menyelesaikan masalah saya di saat memerlukannya. Saya belum menanyakan kembali kepada ketua departemen apa sesunguhnya motivasinya, namun saya rasa itu tidak penting. Yang penting adalah sebagai seorang percaya saya telah melakukan suatu kesalahan. Setiap pagi saya berdoa kepada Tuhan dan menyerahkan hari-hari saya sesuai dengan kehendakNya, namun saya belum sangup menerima tantangan itu dengan iklas sehingga ada saja keinginan untuk memberontak dan mendongkol yang sesunguhnya tidak perlu karena kita telah menyerahkannya kepada Tuhan.
Ini adalah sebuah pengalaman juga buat kita, bahwa didalam Tuhan sesunguhnya kita telah sedang dipersiapkanNya. Dimanapun kita bekerja, ingatlah untuk menyerahkan hari-hari kita kepada Tuhan, dan cobalah rela menerima beban yang kita terima didalam tugas kita walaupun itu lebih sulit dibandingkan dengan sejawat kita, karena ternyata Tuhan sedang mempersiapkan kita untuk tetap menjadi pemenang di tantangan yang lebih berat di masa yang akan datang. Benarlah bahwa di dalam Tuhan semua itu akan indah pada waktunya.
Pengalaman ini juga mengajak kita agar tetap setia dan patuh di dalam Tuhan sehingga tidak mudah dongkol dan bersungut-sungut. Di dalam Tuhan kita semakin bertanggung jawab akan pekerjaan kita. Di dalam Tuhan ternyata kita semakin kuat dan tegar, karena mata rohani kita menghibur jiwa kita, sehingga kita dapat bersyukur di dalam permasalahan yang kita hadapi.
Buat Ibu ketua (2000-2003) yang sengaja atau tidak sengaja membaca tulisan ini, saya ucapkan terima kasih banyak, semoga Tuhan merahmati kita semua